OPINI – Sudah tak jaman nya lagi pemerintah mengandalkan usaha yang merusak lingkungan dan ekositem alam untuk sumber pendapatan daerah. Sepintas, strategi itu memang cepat meningkatkan hasil, tapi kalau dibandingkan dampak kerusakan, kerugiannya lebih banyak. Bahkan tak mungkin dikoreksi.

Belajar dari sosok Abdullah Azwar Anas, mantan Bupati Banyuwangi yang melepas jabatan, Februari 2021 silam. Meski tak lagi menjadi pemimpin daerah, namun dirinya banjir tawaran. Mulai dari dosen luar biasa di berbagai kampus hingga konsultan kepala daerah.

Di periode pertama kepemimpinannya sebagai bupati, ia menetapkan strategi eco tourism untuk memajukan Banyuwangi. Pemikirannya itu tak hanya sesuai dengan kondisi alam Banyuwangi tetapi juga sejalan dengan pesan mantan presiden Indonesia ke lima Megawati.

Meskipun tak memberi arahan secara langsung, pesan pelestarian lingkungan ala Megawati sering disampaikan dengan meminta keasrian kabupaten itu tetap terjaga. Kalau Mega saja memperhatikan, ia yang lebih muda juga harus peduli.

Melestarikan lingkungan tak hanya dilakukan bupati dan jajarannya, tetapi merasuk ke masyarakat dalam bentuk program sedekah oksigen. Menanam pohon menjadi syarat mencairkan bantuan pemerintah. Maka mereka berlomba-lomba menghijaukan kawasannya.

Alhasil berbagai program pelestarian lingkungan untuk mendukung eco tourism mendapat pengakuan. Unesco menetapkan Banyuwangi sebagai cagar biosfer dunia karena diapit tiga taman nasional yaitu Alas Purwo, Ijen, dan Pulau Merah.

Lantas bagaimana dengan Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau yang di kelilingi lautan, kaya akan hijaunya alam dan bebukitan, gunung, sawah, pantai dan masih banyak lagi. Alih-alih, malah menjadi tempat parkir sejumlah perusahaan tambang.

Memang benar memulihkan kepercayaan masyarakat di Lingga terasa sulit. Tapi sekarang tak ada salahnya berbuat seperti yang dilakukan Anas dalam meyakinkan masyarakatnya, bahwa wisatawan akan datang ke Banyuwangi kalau alamnya terjaga.

Jika itu bisa diterapkan di Lingga dan fokus, yakin lah dampak partisipasi publik akan meningkat sebab masyarakat bisa merasakan langsung efek hadirnya wisatawan. Bisnis kuliner lokal tumbuh pesat, penginapan kelas non kelas pun mendapat porsi dan kemudian menjamur. Pemerintah tinggal memfasilitasi dan memberi pelatihan agar servis tidak mengecewakan.

Bahkan tak hanya itu, warung-warung kecil akan tumbuh pesat. Pasar tradisional menjadi pusat transaksi ekonomi rakyat disetiap daerah secara merata. Dan sudah saatnya pertumbuhan ekonomi dinikmati orang Lingga, bukan lagi orang-orang yang NPWP-nya entah ada di mana.

Perjalanan panjang itu, bukan tak mungkin ke depan Lingga bisa menjadi tujuan wisata alam tetapi juga menjadi tujuan studi banding daerah lain. Peluang baru, pengembangan baru, potensi penghasilan baru. Masih banyak yang bisa dilihat dan tentunya bisa dipelajari di Bunda Tanah Melayu.
Ket : Foto diambil dari berbagai objek wisata yang ada di Kabupaten Lingga dan telah mendapat persetujuan dari pemilik untuk dimuat. DELTAKEPRI/LINGGA