OPINI – Pesta demokrasi untuk memilih pemimpin daerah lima tahun ke depan sudah ada di depan mata. Calon kandidat yang digadang-gadang akan maju menantang petahana adalah Alias Wello.
Alias Wello adalah mantan Bupati Lingga periode 2016-2020. Periode keduanya tidak dilanjutkan dengan berbagai alasan dan peluang Nizar maju di Pilkada 2021-2024 terbuka lebar.
Singkatnya, saat itu Nizar pun terpilih dan menjadi Bupati Lingga hingga sekarang. Ia didampingi Neko Wesha Pawelloy, anak dari Alias Wello yang memilih mundur dari jabatan Wakil Bupati Lingga untuk maju di Pileg Kepri 2024-2029.
Hal yang menarik, penulis memperhatikan, di Pilkada Lingga 2024-2029 diprediksi akan berlangsung sengit. Tak mudah untuk memilih kandidat yang benar-benar dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat.
Antara Nizar dan Alias Wello, keduanya punya potensi dan pengaruh kuat bagi anak muda di kalangan ASN Lingga. Walaupun dalam UU No. 20/2023 tentang ASN termaktub bahwa Pegawai ASN wajib menjaga netralitas.
Sehingga netralitas yang dimaksud adalah tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara, termasuk kepentingan politik, sepertinya kurang tepat.
Karena sampai dititik ini, ASN masih diberikan hak suara sehingga setiap orang dari mereka akan berkompetisi dan bersaing karena punya jagoannya masing-masing. Ada yang sejak awal sudah menentukan pilihannya, tapi ada pula yang masih gamang akan memilih siapa.
Yang pasti, jika hak suara ASN tidak dihapuskan, maka setiap lima tahun ke depan nasib ASN akan ditentukan sendiri oleh mereka demi mendapatkan jabatan dan posisi nyaman, dan itu dikuatirkan berimbas terhadap layanan kepada masyarakat.
Secara periode dan terus menerus pintu belakang akan menjadi ladang negoisasi dari tegaknya aturan dan larangan ASN berpolitik praktis. Dan hal itu sepertinya akan lazim terjadi dan dengan sangat mudah dapat ditemukan di berbagai daerah.