BeritaDaerahHeadlineKepriTanjungpinang

Permohonan RJ Satu Perkara Pidana Kejari Batam Disetujui Jampidum

×

Permohonan RJ Satu Perkara Pidana Kejari Batam Disetujui Jampidum

Sebarkan artikel ini
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI menyetujui permohonan restoratif justice satu perkara pidana di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam/f-srl-dk

TANJUNGPINANG, Deltakepri.co.id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI menyetujui permohonan restoratif justice satu perkara pidana di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam.

Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso mengatakan, bahwa Kejari Batam mengajukan satu perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) atas nama tersangka Edy Salim Bin Min Kiun dalam perkara Tindak Pidana Penggelapan melanggar Pasal 378 KUHP.

“Adapun permohonan pengajuan perkara untuk dilakukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice, telah disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI,” ujarnya dalam keterangan, Rabu (3/7/2024).

Menurutnya, palasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi syarat sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Ketentuan peraturan perUndang-Undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Batam untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum,” ujarnya.

Kasi Penkum menambahkan bahwa Kejati Kepri melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan.

Kemudian kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan.

Serta pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana,” pungkas Denny. (Srl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *