TANJUNGPINANG, deltakepri.co.id – Kritik terhadap kinerja Pemerintah Kota Tanjungpinang, sebagaimana dimuat dalam artikel bertajuk “Tanjungpinang Lelah” di salah satu media lokal, perlu disikapi secara jernih dalam konteks dinamika pembangunan yang sedang berlangsung.
Pemerintah Kota Tanjungpinang justru tengah menjalani fase pembenahan penting di berbagai sektor, terutama bidang ekonomi, investasi, dan tata kelola pemerintahan.
Penetapan Tanjungpinang sebagai Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau tidak semata berdasarkan skala wilayah, tetapi juga karena nilai historis serta amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri.
Sebagai kota kecil, Tanjungpinang memiliki posisi strategis sebagai pusat pemerintahan dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.
Tanjungpinang pernah mencatat sejarah dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,98 persen pada tahun 2017.
Saat itu, kota ini menjadi daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga secara nasional, dan tertinggi di luar Pulau Jawa.
Hal ini menunjukkan bahwa potensi Tanjungpinang masih besar, dan kini terus diupayakan kembali di tengah tantangan perlambatan ekonomi global.
Pemerintah Kota tetap membuka ruang investasi, menata aset dan lahan tidur seluas 1.637 hektare yang sebelumnya tidak produktif, serta membenahi sistem pelayanan.
Langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan dalam membangun ekosistem bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah penataan ulang struktur RT dan RW.
Menurut Kabag Pemerintahan Pemko Tanjungpinang, Raja Kholidin, selama ini banyak wilayah mengalami ketimpangan dalam pembagian kerja RT dan RW, mulai dari jumlah kepala keluarga yang ditangani hingga cakupan wilayah.
“Ada RT yang hanya mengelola empat KK, tapi ada juga yang sampai ribuan. Ini membuat pelayanan tidak merata dan kadang tidak adil,” jelasnya.
Melalui kajian proporsional dan tahapan sosialisasi, Pemko kini tengah merampungkan regulasi melalui Peraturan Wali Kota (Perwako) yang akan menjadi payung hukum penataan tersebut.
Ketua STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang, Ferizone, S.Sos., M.Pm., menilai bahwa pembenahan ini adalah bagian dari reformasi struktural.
Ia mengajak masyarakat agar tidak hanya melihat dinamika dari permukaan, tetapi memahami substansi di balik perubahan.
“Kalau hanya melihat dari permukaan, kita bisa tertipu dinamika sesaat. Substansinya adalah memperkuat fondasi jangka panjang. Pemerintah perlu didukung agar rencana rebranding ini berjalan baik,” ujarnya.
Ferizone juga menekankan pentingnya menjaga narasi pembangunan agar tetap konstruktif, tidak justru melemahkan semangat kolektif warga.
Pemerintah Kota Tanjungpinang memahami bahwa perubahan membutuhkan proses, waktu, dan kolaborasi banyak pihak.
Kritik tetap dibutuhkan sebagai vitamin demokrasi, tetapi harus dibarengi dengan semangat membangun dan pemahaman yang utuh atas kompleksitas tantangan.
“Tanjungpinang tidak lelah, ia sedang berbenah. Di dalam pembenahan itu, ada harapan yang sedang dibentuk langkah demi langkah.”
Penulis : Indra
Editor : Tahan