Delta Kepri – Interpelasi DPRD Provinsi Kepri kepada Gubernur beberapa waktu lalu tinggal misteri. Bahkan semua catatan – catatan pelanggaran yang dilakukan oleh Gubernur terhadap beberapa Peraturan Perundang – undangan berkaitan dengan pelaksanaan mutasi jabatan beberapa waktu lalu seharusnya menjadi perhatian penting bagi Gubernur dalam melakukan mutasi berikutnya. Dan anehnya kini terulang lagi pada mutasi kedua yang dilakukan Gubernur pada hari selasa tanggal tiga (3) januari, awal tahun 2017 lalu.
Beberapa hal yang patut menjadi pertanyaan saat ini adalah, pada pelantikan tersebut ternyata tidak semua Pejabat eselon 2 mengikuti assessment namun tetap saja dilantik. Dengan alasan Pejabat eselon 2 harus ikut bidding (Lelang Jabatan), dikarenakan adanya perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang baru.
Dan uniknya lagi, Sekda telah mengumumkan bahwa ada 16 jabatan OPD baru yang akan dilelang. Padahal masih ada delapan (8) pejabat eselon 2 yang non job meskipun sudah ikut assessment.
Sementara itu sebagian para Pejabat eselon 2 yang telah dilantik pada OPD baru ini adalah, Biro Umum, Biro Adminitrasi Layanan Pangadaan, Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah, Dinas PP, PA, Pengendalian Penduduk dan KB, Dinas PMD, Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan, Dinas LH dan Kehutanan.
Seharusnya bila mau adil dalam menempatkan posisi jabatan eselon 2 tersebut, seyogyanya juga harus dilelang. Pasalnya Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK-nya) juga telah ikut berubah.
Ada apa sebenarnya dibalik mutasi kedua ini?. Apakah hanya sebagai alasan mencari orang – orang yang profesional untuk duduk pada jabatan eselon 2 OPD baru tersebut melalui lelang jabatan yang selama ini selalu dipidatokan oleh Gubernur dan Sekda hanyalah sekedar basa basi?, atau agar masyarakat melihat dan mendengar seakan – akan Gubernur serius melaksanakan mutasi berdasarkan UU Aparatur Sipil Negara (ASN).
Padahal, sesungguhnya Gubernur dan Sekda hanya ingin mendudukkan orang – orangnya, khususnya ASN yang mutasi dari Karimun yang sudah di Plt kan dibeberapa jabatan strategis di Pemprov Kepri. Terus, bagaimana pula dengan nasib ASN yang telah dinon job-kan, padahal ada yang sudah berumur 58 tahun, artinya telah memasuki masa pensiun. Dan bagaimana tindaklanjut dari interpelasi DPRD kemarin? Apakah hanya dianggap angin lalu saja oleh Gubernur Kepri?.
Di era keterbukaan sekarang ini harus ada transparansi publik. DPRD Provinsi Kepri yang dengan anggaran APBD berangkat dan berkonsultasi ke Jakarta (K.A.S.N), wajib “menyampaikan laporan” tentang hasil konsultasinya tersebut kepada publik. Apakah mutasi yang lalu telah sesuai dan melanggar peraturan Perundang – undangan yang berlaku atau tidak, dan itu harus disampaikan kepada publik secara gamblang.
“Kalau memang telah on the track dan on the rules, berarti selesai. Akan tetapi info yang saya dapatkan dari Jakarta, mutasi tersebut sarat dengan pelanggaran – pelanggaran terhadap peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sehingga tidak sah,”.
Konsekuensi logisnya DPRD berkewajiban untuk melakukan “action” dan tindakan – tindakan berikutnya. Apabila lembaga ini tidak mau dibilang letoy dalam melaksanakan Fungsi Pengawasannya, dan DPRD-pun dapat dituntut secara hukum atas dugaan pembiaran dan kealpaan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dikarenakan DPRD dianggap andil dalam pelanggaran terhadap AUPB (Asas – asas Umum Pemerintahan yang Baik).
“Semua ini saya sampaikan agar ditahun 2017 ini adalah tahun perubahan untuk menuju Provinsi Kepri yang lebih baik. Sehingga tidak berhenti ditayaran slogan – slogan, pakta pakta integritas dan agar adanya Satu antara Kata dan Perbuatan,”.
Masyarakat menanti kerja nyata yang jujur dari Pemprov Kepri, dan semoga bidding yang dilaksanakan secara tergesa – gesa oleh BKD saat ini bukan hanya akal-akalan untuk mendudukkan Konco Konco Ne (KKN) atau sekedar memenuhi tuntutan UU ASN. Dan utamanya, jangan sampai Provinsi Kepri ini berubah menjadi nama Provinsi Karimun atau Provinsi Kepri rasa Karimun. (**)