TANJUNGPINANG, deltakepri.co.id – Koordinator Aliansi Gerakan Bersama (GEBER) Masyarakat Kepulauan Riau, Jusri Sabri bersama rekan-rekannya mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tanjungpinang di Jalan Kosgoro, Jumat (25/7/2025).
Disana mereka mempertanyakan perkembangan penanganan kasus yang sedang viral terkait kasus dugaan mafia tanah yang sempat dinyatakan akan dijerat pasal berlapis, namun akhirnya tersangka dilepas demi hukum.
Menurut Jusri, pelepasan para tersangka tersebut dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat dan integritas proses hukum.
“Konferensi pers sebelumnya menyatakan bahwa lima tersangka akan dijerat pasal berlapis. Namun kenyataannya dilepas demi hukum. Ada apa ini? Itu yang kami pertanyakan ke Kejari Tanjungpinang,” ujar Jusri Sabri usai audiensi.
Dalam pertemuan itu, perwakilan GEBER disambut langsung oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjungpinang, Senopati, mengingat Kepala Kejaksaan tidak berada di tempat.
Jusri menyampaikan bahwa dalam pertemuan tersebut, Kasi Intel Kejari menjelaskan alasan teknis mengapa para tersangka dilepas.
Salah satu alasan utama yakni masa penahanan yang telah habis sebelum berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21, sementara ada pasal penting yang tidak dimasukkan dalam berkas oleh penyidik, yakni Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Tadi disampaikan Kasi Intel bahwa tersangka dilepas karena masa penahanannya sudah habis, dan salah satu pasal yang krusial, yaitu Pasal TPPU, belum dimasukkan oleh penyidik dalam berkas perkara. Akibatnya, secara hukum, tersangka wajib dilepaskan,” terangnya.
Lebih lanjut, Jusri menyebut pihak Kejari dan Polresta Tanjungpinang telah melakukan koordinasi dan berkomitmen untuk menyelesaikan kelengkapan berkas perkara tersebut secepatnya.
“Kita sambut baik pernyataan Kasi Intel. Biarkan mereka bekerja. Dari hasil pertemuan, dijelaskan bahwa proses akan dirampungkan hingga Senin depan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kasi Intelijen Kejari Tanjungpinang, Senopati, membenarkan adanya pertemuan tersebut.
Ia menyampaikan terima kasih atas partisipasi masyarakat dalam mengawal proses hukum dan menegaskan bahwa Kejari Tanjungpinang akan menjalankan tugasnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Kami mengucapkan terima kasih atas koordinasinya. Sebagai Jaksa Penuntut Umum, kami melaksanakan tugas untuk meneliti dan memeriksa perkara tersebut. Namun karena penanganan masih berada di tangan penyidik Polresta, kami belum bisa memberi keterangan lebih rinci,” jelasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada Kasatreskrim Polresta Tanjungpinang masih terus dilakukan oleh awak media.
Diketahui, dalam sistem hukum pidana Indonesia, masa penahanan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 24 sampai Pasal 29.
Apabila masa penahanan yang sah telah habis dan belum ada pelimpahan perkara ke tahap selanjutnya (misalnya ke kejaksaan atau pengadilan), maka tersangka wajib dilepaskan demi hukum.
Pasal 24 KUHAP menyebutkan bahwa masa penahanan oleh penyidik maksimal adalah 20 hari dan dapat diperpanjang 40 hari oleh penuntut umum.
Apabila dalam masa tersebut berkas belum lengkap atau tidak ada pelimpahan, maka tersangka tidak dapat ditahan lagi.
Sementara itu, dalam konteks dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), penyidik seharusnya mempertimbangkan penerapan:
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU menyatakan bahwa setiap orang yang menyembunyikan, mengalihkan, atau menggunakan hasil tindak pidana asal dapat dipidana penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Penerapan pasal TPPU penting dalam kasus mafia tanah karena hasil dari kejahatan pertanahan sering dikaburkan melalui aktivitas transaksi finansial yang kompleks.
Penulis: Ga
Editor: Red