TANJUNGPINANG, Deltakepri.co.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau menghentikan satu kasus penganiayaan melalui restorative justice (RJ), Kamis (18/1/2024).
Penghentian kasus itu setelah Kepala Kejati Kepri (Kajati Kepri) Dr. Rudi Margono, didampingi Wakajati Kepri Rini Hartatie, Aspidum Kejati Kepri Bayu Pramesti, Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara, bersama-sama dengan Kajari Bintan I Wayan Eka Widdyara, dan Kasi Pidum Andi Akbar melaksanakan expose atau gelar perkara di hadapan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI Nanang Ibrahim Soleh melalui sarana virtual.
Adapun kasus yang diajukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu tersangka atas nama Fickri Fajar dalam perkara Tindak Pidana Penganiayaan yang melanggar Primair Pasal 351 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Subsidair Pasal 351 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Subsidair Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasi Penkum Kejati Kepri Denny Anteng Prakoso mengatakan, bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI mengabulkan permohonan penghentian kasus itu dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum telah memenuhi syarat.
“Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” ujarnya dalam keterangan.
Dia mengungkapkan, pertimbangan penyelesaian perkara tersebut melalui RJ diantaranya tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun
Kemudian kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan dan masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dengan segera Kepala Kejari Bintan untuk memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” jelasnya.
Menurutnya, Kejati Kepri melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
“Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana,” imbuhnya.