Opini

Mengubah Tujuan Dengan Kekuasaan, Kasus Jaspel RS Dabo Singkep Butuh Penegakan Hukum

×

Mengubah Tujuan Dengan Kekuasaan, Kasus Jaspel RS Dabo Singkep Butuh Penegakan Hukum

Sebarkan artikel ini

DELTAKEPRI.CO.ID – Perkembangan otonomi daerah saat ini menuntut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tanpa batas. SKPD, bisa meliputi Badan, Dinas, Kantor dan unit lainnya. SKPD ini juga merupakan instrumen manajemen pembangunan daerah yang dipimpin oleh seorang kepala SKPD.

Keterlibatan kepala SKPD serta kemampuan dan kemauan para aparaturnya, mau tidak mau harus terus berinovasi untuk menyesuaikan lingkungan internal dan eksternal yang selalu dinamis sehingga SKPD itu tetap hidup.

Lantas, apa sih sebenarnya SKPD itu, dan apa saja tugas kepala SKPD dan faktor yang harus diperhatikan, seperti halnya salah satu contoh kasus dana Jaspel di Rumah Sakit (RS) Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau.

Kejadian itu sempat membuat jasa pelayanan kesehatan kisruh di RS Dabo. Namun disebalik itu, masyarakat yang terus menanti dan mengikuti perkembangan kasus tersebut masih percaya kepada hukum berjalan sebagaimana mestinya.

Jika hal itu menyoal kembali peran fungsi dari SKPD sebagai pusat pertanggungjawaban pembangunan daerah yang dipimpin oleh kepala satuan kerja selaku pengguna anggaran/pengguna barang. Tentunya kasus ini tidak akan berhenti bukan?

Terlepas kasus diatas, penulis sedikit membahas peran serta pertanggungjawabannya di mulai dari aspek yang ada di beberapa SKPD, misalnya Aspek penyusunan kebijakan dan koordinasi itu diwadahi dalam bentuk sekretariat, Aspek pengawasan diwadahi dalam bentuk Inspektorat, Aspek perencanaan diwadahi dalam bentuk badan.

Sementara, Aspek unsur pendukung dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik diwadahi dalam lembaga teknis daerah, dan terakhir Aspek pelaksana urusan daerah diwadahi dalam dinas daerah.

Jika berjalannya keenam aspek tersebut, SKPD menentukan langkah dan kinerja melalui perannya pada tiap aspek manajemen pembangunan daerah, yang pada gilirannya, menentukan kinerja daerah dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat di daerah masing-masing tanpa merugikan keuangan daerah lantaran posisi dan jabatan sebagai kepala.

Nah, ngebahas soal tugas kepala SKPD dalam proses pengelolaan anggaran dan barang, kepala SKPD itu bertindak sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 10 (jika belum berubah) yang mana dalam pasal itu menerangkan tentang tugas Pengguna Anggaran (PA) yaitu :

– Menyusun RKA-SKPD;
– Menyusun DPA-SKPD;
– Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
– Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
– Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
– Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
– Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;
– Menandatangani SPM;
– Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
– Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
– Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
– Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
– Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah dan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Dalam peraturan tersebut, tidak diatur atau ditemukan bagaimana cara menyimpan, membagi, meminta dan menawarkan. Artinya, dalam bertugas kepala SKPD itu diatur untuk menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) sesuai pasal 10 Permendagri No. 13 Tahun 2006 selaku PA dan bertanggungjawab untuk menetapkan dan menguraikan program dan rincian kegiatan terkait pelaksanaan anggaran tanpa harus bermain anggaran. Disinilah kiranya hukum harus ditegakan agar kasus Jaspel tidak terulang kembali di SKPD lainnya.

Sebenarnya sih banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menghasilkan perangkat daerah yang efektif, efisien, dan rasional. Mau tahu faktor apa saja yang harus diperhatikan agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah?

1. Apa tanggung jawab organisasi/SKPD yang akan dibentuk? Tanggung jawab ini menentukan tujuan sebuah SKP dan alasan hidup dari SKPD tersebut. Di dalamnya dijelaskan substansi tujuan, visi dan misi SKPD, peran dan arahan yang seharusnya diwujudkan oleh SKPD. Secara teoritis, kinerja para pegawai akan menjadi terarah dan jelas dengan adanya tujuan dan strategi dari SKPD tersebut, strategi ini juga merupakan upaya memperbaiki pengarahan.

2. Bagaimana agar (dari waktu ke waktu) SKPD dan aparaturnya tetap bertanggung jawab dan bukan lari dari tanggungjawab. SKPD tidak sekedar dibentuk, tetapi perlu dijaga dan terus berinovasi agar dari waktu ke waktu tetap mampu mempertanggungjawabkan susbtansi akuntabilitas dan alasan hidupnya. Dengan demikian, perlu diperhatikan aspek pengelolaan (manajemen) kinerja, yang didalamnya meliputi sistem insentif dan dis-insentif. SKPD memberikan insentif kepada para pegawainya untuk mematuhi dan melaksanakan peraturan-peraturan yang berlaku. Insentif akan menghasilkan perbaikan-perbaikan kinerja pegawai. Insentif ini dapat berupa tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan kinerja (remunerasi), dan lain-lain.

3. Kepada siapa SKPD bertanggung jawab dan siapakah pihak yang dilayani? Birokrasi di dalam SKPD diharapkan bertanggungjawab kepada masyarakat sebagai pelanggan. Pada saat ini, perlu diperhatikan agar SKPD mampu meningkatkan kinerja aparatur. Dengan demikian, aparatur bertanggungjawab selain kepada pimpinan juga harus mendengarkan masyarakat dan melakukan penjaminan kualitas pada masyarakat selaku pelanggan. Dengan harapan akan menekan organisasi untuk dapat meningkatkan kinerja aparatur dan mencapai kepuasan masyarakat.

3. Faktor ini menentukan letak di mana kekuasaan pengambilan keputusan diberikan. Pada sistem birokrasi lama, wewenang untuk mengambil keputusan hanya ada pada kepala SKPD. Hal ini semakin tidak efektif apabila diterapkan pada suatu SKPD yang kompleks. Oleh karena itu, pentingnya di dalam tubuh SKPD sendiri terdapat pusat-pusat pertanggungjawaban. Dengan demikian, pemberian kewenangan atau desentralisasi di dalam suatu SKPD akan mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab antar anggota SKPD yang mana ada kejelasan siapa mempertanggungjawabkan apa, dan kepada siapa (layaknya Jaspel).

5. Bagaimana menginternalisasi rasa bertanggungjawab? Faktor ini menentukan budaya akuntabilitas SKPD yang meliputi: nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan aparatur/pegawai. Budaya SKPD ini harus melembaga dan dibentuk oleh tujuan SKPD, sistem insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaan SKPD. Apabila mengubah tujuan, sistem insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaan SKPD maka akan mengubah budaya SKPD itu sendiri hingga terjadilah kasus Jaspel.

Mungkin demikianlah ulasan yang dapat di sampaikan. Semoga bermanfaat. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *